MAKALAH DIKSI BAHASA INDONESIA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memang
harus diakui kecenderungan orang semakin mengesampingkan pentingnya penggunaan
bahasa, terutama dalam tata cara pemilihan kata atau diksi. Terkadang kita pun tidak
mengetahui pentingnya penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar,
sehingga ketika kita berbahasa, baik lisan maupun tulisan, sering
mengalami kesalahan dalam penggunaan kata, frasa,
paragraf, dan wacana.
Agar tercipta suatu komunikasi
yang efektif dan efisien, pemahaman yang baik ihwal penggunaan diksi atau
pemilihan kata dirasakan sangat penting, bahkan mungkin vital,
terutama untuk menghindari kesalapahaman dalam berkomunikasi. Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa sesungguhnya mempersoalkan
kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atau kelompok kata untuk menimbulkan
gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya.
Pemilihan kata yang tepat merupakan
sarana pendukung dan penentu keberhasilan dalam berkomunikasi. Pilihan kata
atau diksi bukan hanya soal pilih-memilih kata, melainkan lebih mencakup
bagaimana efek kata tersebut terhadap makna dan informasi yang ingin
disampaikan. Pemilihan kata tidak hanya digunakan dalam berkomunikasi namun
juga digunakan dalam bahasa tulis (jurnalistik). Dalam bahasa tulis
pilihan kata (diksi) mempengaruhi pembaca mengerti atau tidak dengan kata-kata
yang kita pilih.
Dalam pembuatan makalah ini kami mendapatkan materi
mengenai diksi atau pemilihan kata. Materi ini sangat menarik untuk diulas.
Banyak dari kita selama ini salah memilih kata dalam berkomunikasi secara lisan
maupun tulisan. Diharapkan melalui ulasan dari makalah ini dapat memberikan
pengetahuan kepada setiap kita untuk dapat memilih kata yang sesuai dengan
kalimat yang akan kita gunakan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah
dalam makalah ini adalah :
1.
Apa pengertian diksi ?
2.
Apa saja syarat pemilihan kata dalam diksi ?
3.
Apa itu kata konotatif
dan kata denotatif dalam diksi ?
4.
Apa yang dimaksud kata
umum dan khusus dalam diksi ?
5.
Apa yang dimaksud kata
konkret dan kata abstrak dalam diksi ?
6.
Bagaimana pembentukan kata dalam diksi ?
7.
Bagaimana kesalahan
pembentukan kata dan pemilihan
kata dalam diksi ?
8.
Bagaimana
ungkapan atau idiomatik dalam diksi ?
9.
Bagaimana
contoh diksi yang salah dalam karya ilmiah (makalah) ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam
makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian diksi
2. Untuk mengetahui syarat pemilihan kata dalam diksi
3. Untuk mengetahui kata konotatif dan kata denotatif
dalam diksi
4. Untuk mengetahui kata umum dan khusus dalam diksi
5. Untuk mendeskripsikan kata konkret dan kata abstrak
dalam diksi
6. Untuk mendeskripsikan pembentukan kata dalam diksi
7. Untuk mendeksripsikan kesalahan pembentukan kata dan pemilihan kata
dalam diksi
8. Untuk mendeksripsikan ungkapan atai idiomatic dalam
diksi
9. Untuk mendeksripsikan contoh diksi yang salah dalam
karya ilmiah (makalah)
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Diksi
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat
dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh
efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari pernyataan itu tampak bahwa
penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk
saat yang bersangkutan membuat karangan.
Pengertian
pilihan kata atau diksi merupakan unsur yang sangat penting dalam karang
mengarang, terutama dalam karangan ilmiah. Pada umumnya, kata-kata yang berdiri
sendiri, yaitu lepas dari hubungan kalimat, belum jelas benar. Makna suatu kata
baru jelas jika berada dalam kalimat, dan pengertiannya hanyalah satu. (Suryaman,
2012 : 168)
Diksi adalah
pilihan kata dalam mengungkapkan apa yang ingin disampaikan. (Kuntarto, 2011 : 38)
Pilihan
kata tidak hanya mempersoalkan ketepatan pemakaian kata, tetapi juga
mempersoalkan apakah kata yang dipilih itu dapat juga diterima atau tidak
merusak suasana yang ada. Sebuah kata yang tepat untuk menyatakan suatu maksud
tertentu, belum tentu dapat diterima oleh para hadirin atau orang yang diajak
bicara. Masyarakat yang diikat oleh
beberapa norma, menghendaki pula agar setiap kata yang dipergunakan harus cocok
atau serasi dengan norma norma masyarakat, harus sesuai dengan situasi yang
dihadapi. (Keraf, 2009 : 24)
Diksi
adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan
sesuatu. (Arifin, 2009 : 28)
Dengan
uraian yang singkat ini, dapat diberikan tiga kesimpulan utama mengenai diksi. Pertama,
pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk
pengelompokan
kata kata yang tepat atau menggunakan ungkapan ungkapan yang tepat, dan gaya
mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata
atau diksi adalah kemampuan membedakan secara nuansa-nuansa makna dari gagasan
yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok)
dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.Ketiga,
pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah
besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud
perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang
dimiliki oleh sebuah bahasa. (Keraf, 2009 : 24)
2.2 Syarat Pemilihan
Kata Diksi
Diksi atau
pilihan kata memegang peran penting dalam menciptakan nuansa makna yang
dikehendaki penulis. Pemilihan kata yang kurang tepat akan menghasilkan nuansa
makna yang berbeda, di samping pesan yang ingin disampaikan belum tentu tepat.
Pilihan kata yang terbaik memenuhi syarat (1) tepat (mengungkapkan gagasan
secara cermat), (2) benar (sesuai dengan kaidah kebahasaan), dan (3) lazim
pemakaiannya. (Wijayanti, Candrayani, Hendrawati, Agustinus, 2013 : 74)
Suryaman (2012 :
169) mengatakan diksi
atau pilihan kata harus diarahkan pada kata itu ada 3 hal yaitu :
a. Tepat
Kata yang maknanya sesuai dengan
maksud yang ingin disampaikan, dan sesuai dengan tempatnya dalam kalimat.
Contoh :
1.
Makna kata diminta datang dengan kata
diharapkan datang berbeda. Jangan menggunakan ungkapan yang diharapkan datang karena pengertian kata diminta
dan diharapkan tidaklah sama.
2. Makna kata lihat dengan kata pandang biasanya bersinonim,
tetapi kelompok kata pandangan mata tidak dapat digantikan dengan lihatan
mata.
b. Benar
Kata yang penulisannya sesuai dengan kaidah ejaan
dan pembentukan kata.
Contoh :
1. propinsi
seharusnya provinsi
2. analisa
seharusnya analisis
3. diantara
seharusnya di antara
4. ketunaan
karya seharusnya ketunakaryaan
5. pemboman
seharusnya pengeboman
6. mensukseskan
seharusnya menyukseskan
7. mempopulerkan seharusnya memopulerkan
8. merealisir seharusnya merealisasikan
9. memlester seharusnya memplester
10.
Penterjemah seharusnya penerjemah
c. Baku/Lazim
kata yang
sudah dibakukan atau sudah menjadi milik bahasa Indonesia, dan bukan kata yang
hanya atau masih dipakai di daerah-daerah tertentu.
Contoh :
1. kenapa seharusnya mengapa
2.
kebagian seharusnya memperoleh atau mendapat
3. menghaturkan seharusnya mengucapkan atau
menyampaikan
4. bilang seharusnya berkata atau mengatakan
5. kaya (bahasa Jawa) seharusnya seperti
6. dibikin seharusnya dibuat
7. ketawa seharusnya tertawa
8. ketemu seharusnya bertemu atau ditemukan
2.3 Kata Konotatif dan Kata Denotatif
Makna suatu kata baru jelas jika berada dalam
kalimat, dan pengertiannya hanyalah satu. Dalam kaitan ini, kita mengenal arti
denotatif dan arti konotatif. Yang dimaksud dengan arti denotatif ialah arti
yang objektif, belum dibayangi perasaan atau nilai tertentu, sedangkan arti
konotatif ialah arti yang subjektif, sudah dibayangi perasaan tertentu. Kata
perempuan, misalnya, bisa menunjukkan arti denotatif dan bisa pula menunjukkan
arti konotatif. (Suryaman, 2012 : 168)
2.3.1 Makna Konotatif
Konotasi atau makna konotatif disebut
juga dengan makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif.
Maka konotatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respons mengandung
nilai nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi Karena pembicara ingin
menimbulkan perasaan setuju – tidak setuju, senang – tidak senang. (Keraf, 2009
: 29)
Memilih konotasi, seperti yang sudah
disinggung diatas adalah masalah yang jauh lebih berat bila dibandingkan dengan
memilih denotasi. Oleh karena itu, pilihan kata atau diksi lebih banyak
bertalian dengan pilihan kata yang bersifat konotatif. Bila sebuah kata
mengandung konotasi yang salah, misalnya kurus-kering untuk menggantikan kata
ramping dalam sebuah konteks yang saling melengkapi, maka kesalahan semacam itu
mudah diketahui dan diperbaiki. Sangat sulit menemukan perbedaan makna antara
kata-kata yang bersinonim, tetapi mungkin mempunyai perbedaan arti yang besar
dalam konteks tertentu.
Sering sinonim dianggap berbeda hanya
dalam konotasinya. Kenyataannya tidak selalu demikian. Ada sinonim-sinonim yang
memang hanya mempunyai makna denotatif, tetapi ada juga sinonim yang mempunyai
makna konotatif. Misalnya, kata mati, meninggal, wafat, gugur, mangkat,
berpulang memiliki denotasi yang sama yaitu “ peristiwa dimana jiwa
seseorang telah meninggalkan badannya”. Namun kata wafat, meninggal,
berpulang mempunyai konotasi tertentu, yaitu mengandung nilai kesopanan
atau dianggap lebih sopan, sedangkan mangkat memiliki konotasi lain yaitu
mengandung nilai “kebesaran” dan gugur mengandung nilai keagungan dan
keluhuran. Sebaliknya kata persekot, uang muka, atau panjar hanya
mengandung makna denotatif. (Keraf, 2009 : 30)
Makna konotatif adalah makna
asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi,
dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. (Arifin,
2008 : 29)
Makna konotatif adalah makna kata yang
mengandung perasaan arti tambahan, perasaan tertentu. (Keraf, 2009 : 28)
Makna konotatif adalah makna kias,
bukan makna sebenarnya. (Widjono, 2008 : 105)
Makna konotatif adalah makna yang
didalamnya terdapat arti tambahan yang dikaitkan dengan situasi dan kondisi
tertentu. Makna konotatif sifatnya lebih
professional dan operasional daripada makna denotatif. Makna denotatif adalah
makna yang umum. Dengan kata lain, makna
konotatif adalah makna yang dikaitkan dengan kondisi dan situasi tertentu.
Kata dengan makna konotasi ialah kata yang mengandung makna yang sama
dengan kata sinonimnya, tetapi di samping itu ada makna lain yang tidak
terdapat pada kata dengan makna denotasi pada sinonimnya itu. Supaya lebih
jelas, kita ambil contoh. Kata bodoh mengandung arti 'tidak pandai, sukar
menangkap pengertian, tidak sanggup memecahkan soal. Lawannya pandai, pintar.
Arti yang terkandung pada kata bodoh itu arti denotasi. Tetapi, bila dikatakan
kepada anda bahwa anak itu bebal, atau dungu, atau tolol yaitu kata-kata yang
bersinonim dengan kata bodoh tadi, di sini muncul pengertian lain di samping
pengertian bodoh atau tidak pintar itu saja.
Jika orang dikatakan
bebal, dungu, atau tolol, maka ada makna sampingan pada kata itu selain makna
bodoh itu. Kata itu mengandung makna tambahan yaitu bodohnya itu terlalu atau luar
biasa. Yang seharusnya mudah di tangkap atau dipahami, oleh anak itu tidak
mudah. Oleh karena itu, pemakaian kata bebal, dungu, atau tolol oleh orang yang
mengatakannya itu mengandung perasaan merendahkan, menghina. Inilah makna
sampingannya itu sehingga kata-kata bebal, dungu, atau tolol itu dikatakan
mengandung makna konotatif. (Badudu, 1995: 62-63)
Contoh :
1. Rumah
= gedung, wisma, graha (Arifin, 2008 : 29)
2. Meluap
hadirin yang mengikuti pertemuan itu. (Keraf, 2009 : 28)
3. Megawati
dan Susilo Bambang Yudoyono Berebut kursi Presiden.(Widjono, 2008 : 106)
4.
Dia jatuh miskin karena
judi dan perempuan. Kata perempuan
mempunyai arti konotatif tidak mempunyai makna yang objektif karena arti yang
terkandung dalam kata perempuan ialah pelacur (Suryaman, 2012 : 169)
2.3.2 Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna dalam
alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai apa
adanya. (Arifin, 2009 : 28)
Makna denotatif adalah kata yang tidak
mengandung makna atau perasaan tambahan. (Keraf, 2009 : 27)
Makna denotatif adalah sebuah kata
yang didalamnya tidak terdapat makna tambahan. Makna denotatif dapat dibedakan
atas dua macam relasi. Pertama relasi antara sebuah kata
dengan barang individual yang diwakilinya. Kedua relasi antara sebuah
kata dengan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya.
Makna denotasi ialah makna yang merujuk atau
mengacu kepada sesuatu sesuai dengan kesepakatan pemakai bahasa mengenai arti
kata itu dengan ada hubungan semantik (arti) antara satuan bahasa dengan benda
yang diterapi (saya katakan yang diacu) oleh satuan bahasa itu. Jadi, kalau
orang menyebut kursi, Anda langsung membayangkan sebuah benda yang umumnya
terbuat dari kayu (macam-macam jenisnya) yang dipakai orang sebagai tempat
duduk, umumnya berkaki empat, ada sandarannya, dan ada pula yang bertangan
tempat meletakkan lengan bila kita duduk di kursi itu.
(Badudu, 1995 : 62)
Dalam bentuk murni, makna denotatif
dihubungkan dengan bahasa ilmiah. Seorang penulis hanya ingin menyampaikan
informasi kepada kita, dalam hal ini khususnya bidang ilmiah, akan
berkecenderungan untuk menggunakan kata-kata yang denotatif. Sebab pengarahan
yang jelas terhadap fakta yang khusus adalah tujuan utamanya. (Keraf, 2009 :
28)
Contoh :
1.
Rumah itu luasnya 250
meter persegi. (Keraf, 2009 : 27)
2.
Makan.
(Arifin, 2009 : 28)
3.
Di Indonesia, jumlah
penduduk perempuan lebih banyak
daripada laki-laki. (Suryaman, 2012:
169 )
2.4 Kata Umum dan
Khusus
2.4.1 Kata Umum
Kata umum adalah sebuah kata yang mengacu kepada suatu hal atau
kelompok yang luas bidang lingkupnya.
a. Gradasi
Kata Umum
Bila
kita beralih dari nama diri kepada kata benda misalnya, maka kesulitan itu akan
meningkat. Semakin umum sebuah kata, semakin sulit pula tercapai titik
pertemuan antara penulis dan pembaca. (Keraf, 2009 : 91)
Kata
benda sepeti anjing misalnya akan menimbulkan daya khayal yang berbeda
antara penulis dan pembaca. Kita tidak tahu bagaimana tepatnya pengertian dan
ciri-ciri anjing itu. Mungkin penulis membayangkan anjing dari keturunan
herder. Sebaliknya pembaca yang membaca kata anjing itu membayangkan seekor
anjing kampung.
Sesungguhnya
perbedaan antara yang khusus dan umum, bagaimanapun juga akan selalu bersifat
relatif. Sebuah istilah atau kata mungkin dianggap khusus bila dipertentangkan
dengan istilah yang lain, tetapi akan dianggap umum bila harus dibandingkan
dengan kata yang lain. Semakin umum sebuah kata, semakin sulit bagi pembaca
untuk mengetahui apa yang dikatakan oleh penulis. (Keraf, 2009 : 92)
2.4.2 Kata Khusus
Kata khusus adalah kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan
yang khusus dan kongkret.
a.
Nama Diri
Pada
umumnya, kita sepakat bahwa nama diri adalah istilah yang paling khusus,
sehingga menggunakan kata-kata tersebut tidak akan menimbulkan salah paham.
Bahwa nama diri ini merupakan kata khusus, tidak boleh disamakan dengan kata
yang denotatif. Contoh; seorang yang bernama Mat Bonang yang dilahirkan pada
tanggal 17, bulan 7, dan tahun 1997, pada dasarnya hanya memiliki denotasi, dan
tidak akan memiliki konotasi lain selain dari penyebut orang itu.Tetapi dalam
perkembangan waktu, nama diri dapat juga menimbulan konotasi tertentu. Konotasi
ini timbul dari perkembangan yang dialami orang yang menggunakan nama itu.
Contoh; Bagi Ibunya, Ahmad yang berumur 1 tahun adalah anak yang dimanjakan,
sedangkaan pada umur 18 tahun ia merupakan anak yang banyak menimbulkan duka
dan cucuran air mata karena sering berkenalan dengan petugas keamanan. Disini
tampak bawa kata yang paling khusus itu tetap tidak menimbulkan salah paham
dalam pengarahannya, tetapi kata itu sudah menimbulkan konotasi yang berlainan
dalam perkembangan waktu. Jadi, sifat khusus dapat bersifat denotatif maupun
bersifat konotatif. (Keraf, 2009 : 91)
b. Daya
Sugesti Kata Khusus
Di
samping memberi informasi yang jauh lebih banyak, kata khusus juga memberi
sugesti yang jauh lebih mendalam. (Keraf, 2009 : 91)
Contoh :
Gelandangan
itu bertatih-tatih sepanjang trotoar itu.
Kalimat
ini menimbulkan efek yang mendalam. Walaupun sudah terlalu lazim bagi kota-kota
besar, namun kata gelandangan masih memiliki sugesti yang khusus. Ia
bukan saja menyatakan seorang manusia, tetapi juga menyatakan tentang watak,
tampang, dan karakter orang itu.
2.5 Kata Konkret
dan Abstrak
Kata Konkret
ialah kata yang acuannya semakin mudah diserap pancaindra, Seperti meja,
rumah, mobil, air, hangat, cantik, wangi, suara. Kata Abstrak ialah kata
yang jika acuannya tidak mudah diserap pancaindra, Seperti ide, gagasan,
kesibukan, keinginan, angan-angan, kehendak, dan perdamaian. Kata Abstrak digunakan untuk mengungkapkan
gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat
teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau
dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, maka karangan tersebut dapat menjadi
samar dan tidak cermat.
Kesulitan yang sama kita hadapi lagi pada waktu
mendengar atau membaca kata-kata yang abstrak dan kata yang menyatakan
generalisasi. Banyak kosakata terbentuk sebagai akibat dari konsep yang tumbuh
dalam pikiran kita, bukan mengacu kepada hal yang kongkret. Seperti pada
kata-kata seperti; kepahlawanan, kebajikan, kebahagiaan, keadilan, dan
sebagainya, akan menimbulkan gagasan yang berlainan pada setiap orang, sesuai
dengan pengalaman dan pengertiannya mengenai kata-kata itu. (Keraf, 2009 : 93)
2.6 Pembentukan
Kata
Ada dua cara pembentukan
kata, yaitu dari dalam dan dari luar bahasa Indonesia. Dari dalam bahasa
Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada, sedangkan
dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan. Dari dalam bahasa
Indonesia terbentuk kata baru dengan memanfaatkan kosakata yang sudah ada,
misalnya
Tata Daya Serba
Tata Buku daya tahan serba putih
Tata bahasa daya pukul serba plastik
Tata rias daya tarik serba kuat
Tata cara daya
serap serba tahu
Dari
luar bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata, baik bahasa
daerah maupun bahasa asing, misalnya
Asing Daerah
Bank wisata
Kredit santai
Valuta nyeri
Televisi candak
kuliak
Kita
sadar bahwa kosakata bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa asing.
Kontak bahasa memang tidak bisa dielakkan karena kita berhubungan dengan bangsa
lain. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan kita terhadap nama dan penamaan benda
atau situasi tertentu yang belum dimiliki oleh bahasa Indonesia. Oleh karena
itu, pengaruh bahasa asing dalam hal
kosakata pasti ada. Dalam hal ini perlu di tata kembali kaidah penyerapan
kata-kata itu.
2.6.1
Kata Serapan
Kata serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing
yang sudah sesuai dengan EYD. Kata serapan merupakan bagian perkembangan bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia telah banyak menyerap terutama dalam unsur kosa kata.
Bahasa asing yang masuk dan memberi pengaruh terhadap kosa kata bahasa
Indonesia antara lain dari bahasa Sansekerta, bahasa Belanda, bahasa Arab,
bahasa Inggris dan ada juga dari bahasa Tionghoa. Analogi dan Anomali kata
serapan dalam bahasa Indonesia. Penyerapan kata ke dalam bahasa Indonesia
terdapat 2 unsur, yaitu:
1.
Keteraturan bahasa (analogi) : dikatakan analogi apabila kata tersebut memiliki
bunyi yang sesuai antara ejaan dengan pelafalannya.
2. Penyimpangan
atau ketidakteraturan bahasa (anomali) : dikatakan anomali apabila kata
tersebut tidak sesuai antara ejaan dan pelafalannya.
a. Analogi
Bahasa
Indonesia masih terus tumbuh dan berkembang. Dalam pemerkayaan bahasa
Indonesia, kita banyak menyerap kata baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa
asing. Banyak sekali kata yang kita gunakan dalam bahasa Indonesia sekarang ini
dahulu tidak dikenal dalam bahasa Melayu atau dalam buku-buku karangan
pengarang Balai Pustaka atau Pujangga Baru. Kata-kata baru itu masuk ke dalam
perbendaharaan bahasa kita karena kita butuhkan. Kata mantap, mapan,
melestarikan, santai, mantan adalah kata-kata yang berasal dari bahasa daerah. (Badudu, 1995 : 42)
Pemilihan kata kwalitas yang diserap
dari bahasa Inggris quality adalah salah, seharusnya kualitas. (Kuntarto, 2011 : 39)
Dalam bidang
pertanian, ada pekerjaan menyuluhi yaitu memberi penerangan kepada para petani
bagaimana caranya bertani yang baik yang dapat melipatgandakan penghasilan
tani. Orang yang menyuluhi petani kita sebut penyuluh, sedangkan orang yang
disuluhi yaitu orang yang diberi penerangan kita sebut pesuluh (bunyi /s/ pada
suluh tidak diluluhkan). Begitulah caranya kita membentuk kata baru dengan cara
analogi itu. Cara ini berkembang terus karena memang efisien. Kita masih dapat
menyebutkan sekian banyak analogi dalam usaha pemerkayaan bahasa kita. Akhiran
-wan/-wati yang berasal dari bahasa Sanskerta melahirkan banyak sekali bentukan
baru yang dahulu tidak dikenal dalam bahasa kita: negarawan, sejarawan, ilmuwan,
sukarelawan, sosiawan, usahawan, dsb. Dari akhiran yang berasal dari bahasa
Arab -i/-wi kita bentuk kata serupa dengan duniawi, surgawi, agamawi, ragawi,
manusiawi, gerejawi, katawi, tatabahasawi. Semua kata dasar bentukan baru ini
bukan kata dari bahasa Arab. Jadi, bentukan ini bukan kata serapan dari bahasa
Arab. Akhiran -wi saja yang kita tiru dari bahasa Arab. Walaupun demikian,
pembentukan kata baru dengan analogi tidaklah mutlak sifatnya. Cara ini hanya
kita gunakan apabila perlu benar dan bentukan baru tidak sampai bertumbuk
artinya dengan bentuk yang sudah ada yaitu bentuk lama. (Badudu,
1995 : 43-44).
Penyerapan unsur asing ke dalam
bahasa Indonesia sudah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia N omor 146 / U / 2004 tentang Pedoman Umum Pembentukan
Istilah. (Kuntarto, 2011 : 39)
b.
Anomali
1. bank bank (Inggris)
2. Intern intern (Inggris)
3. qur’an qur’an (Arab)
4. jum’at jum’at (Arab)
Kata-kata di atas
merupakan beberapa contoh kata serapan dengan unsur anomali. Bila kita amati,
maka akan dapat di simpulkan bahwa lafal yang kita keluarkan dari mulut dengan
ejaan yang tertera, tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal yang tidak
sesuai adalah : bank=(nk), jum’at=(’). Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia secara
utuh tanpa mengalami perubahan penulisan memiliki kemungkinan untuk di baca
bagaimana aslinya sehingga timbul anomali.
Contoh :
1. Expose Expose
2. Export Export
3. Exodus Exodus
2.6.2 Bentuk Kata Serapan
a.
Kita mengambil ejaan yang
sudah sesuai dengan bahasa Indonesia, ialah :
Bank, Opname, dan
Golf
b.
Kita mengambil kata dan
penyesuaian kata itu dengan ejaan bahasa Indonesia, ialah :
Subject Subjek
Apotheek apotek
Standard standar
University universitas
c. Kita menerjemahkan dan memadankan
istilah-istilah asing kedalam bahasa Indonesia, ialah:
Starting point titik tolak
Meet the press jumpa pers
Up to date mutakhir
Briefing taklimat
d.
Kita mengamnbil istilah
tetap seperti aslinya karena sifat keuniversalannya. ialah:
De facto
Status quo
Cum laude
Ad hoc
e. Kita
dapat juga menyerap kata dari bahasa daerah, seperti nyeri (Sunda) dan kiat (Minangkabau).
Berikut
didaftarkan beberapa kata serapan dari bahasa asing :
Configuration konfigurasi
List semarai
Pavilion anjungan
Airpot bandara
Editing penyuntingan
Image citra
Take off lepas landas
Mach kurapan
Gap kesenjangan
Customer pelanggan
Full time purnawaktu
Drain salir
Domain ranah
2.6.3
Perubahan Makna
a. Tejadinya Perubahan Makna
Dari
waktu ke waktu, makna kata-kata dapat mengalami perubahan, sehingga akan
menimbulkan kesulitan-kesulitan baru bagi pemakai yang terlalu bersifat
konservatif. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar pilihan kata selalu tepat, maka
setiap penutur bahasa harus selalu memperhatikan perubahan-perubahan makna yang
terjadi. Dalam persoalan gaya bahasa atau lebih khusus dalam persoalan pilihan
kata, dasar yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan apakah suatu makna
sudah berubah atau tidak adalah pemakaian makna dengan makna tertentu harus
bersifat nasional (masalah tempat) terkenal, dan sementara
berlangsung (masalah waktu). (Keraf, 2009 : 95)
Komunikasi
kreatif berdampak pada perkembangan diksi, berupa penambahan atau pengurangan
kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu bahasa berkembang sesuai dengan
kualitas pemikiran pemakainya. Perkembangan dapat menimbulkan perubahan yang
mencakup perluasan, penyempitan, pembatasan, pengaburan, dan pergeseran makna.
(Widjono, 2008 : 102)
Contoh :
Sebelum perang Dunia II kita mengenal
kata “Daulat” dengan arti; 1. bahagia, berkat kebahagiaan,
misalnya : Daulat Tuanku; biasanya dipakai untuk raja-raja atau
sultan-sultan. 2. mempunyai kekuasaan yang tinggi, misalnya penyerahan kedaulatan
republik Indonesia. Tetapi selama revolusi fisik menentang penjajahan belanda,
kata daulat dipakai dengan arti yang agak lain yaitu merebut hak dengan
tidak sah, misalnya; Tanah-tanah perkebunan belanda banyak yang didaulat
oleh rakyat. (Keraf, 2009 : 96)
b. Macam-macam Perubahan Makna
1. Perluasan Arti
Yang dimaksud dengan perluasan arti
adalah suatu proses perubahan makna yang dialami sebuah kata yang tadinya
mengandung suatu makna yang khusus, tetapi kemudian meluas sehingga melingkupi
sebuah kelas makna yang lebih umum. (Keraf, 2009 : 97)
Contoh :
Dahulu, kata “Bapak” dan “ Saudara” hanya dipakai
dalam hubungan biologis, sekarang semua orang yang lebih tua atau lebih tinggi
kedudukannya disebut bapak, dan lain-lainnya dengan saudara.
2. Penyempitan Arti
Penyempitan arti sebuah kata adalah
sebuah proses yang dialami sebuah kata dimana makna yang lama lebih luas
cakupannya dari makna yang baru. (Keraf, 2009 : 97)
Contoh :
Kata “sarjana” dulu dipakai untuk menyebutkan
semua orang cendikiawan. sekarang dipakai untuk gelar universiter.
2.7 Kesalahan
Pembentukan dan Pemilihan Kata
2.7.1 Penggunaan Awalan meng-
Penanggalan
awalan meng- pada judul berita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun dalam
teks beritanya awalan meng- harus eksplisit. Dibawah ini diperlihatkan bentuk
yang salah dan bentuk yang benar.
Contoh
:
1.
Amerika Serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (Salah)
Amerika
Serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (Benar)
2.
Komisi DPR sesuaikan dengan Kabinet Jokowi-JK. (Salah)
Komisi
DPR menyesuaikan dengan Kabinet Jokowi-JK. (Benar)
2.7.2 Penanggalan Awalan ber-
Kata-kata
yang berawalan ber- sering menanggalkan awalan ber-. Padahal,
awalan ber- harus di eksplisitkan secara jelas.
Contoh
:
1.
Sampai jumpa lagi. (Salah)
Sampai
berjumpa lagi. (Benar)
2.
Pendapatan saya beda dengan pendapatannya. (Salah)
Pendapatan
saya berbeda dengan pendapatannya. (Berbeda)
3.
Setelah tidak lulus dua kali dalam ujian CPNS, tampaknya kini dia putus asa.
(Salah)
Setelah
tidak lulus dua kali dalam ujian CPNS, tampaknya kini dia berputus asa.
(Benar)
2.7.3 Peluluhan Bunyi /c/
Kata
dasar yang diawali bunyi /c/ sering menjadi luluh apabila mendapatkan awalan meng-.
Padahal, sesungguhnya bunyi /c/ tidak luluh apabila mendapat awalan meng-.
Contoh:
1. Wasilan
sedang menyuci mobil. (Salah)
Wasilan sedang mencuci
mobil. (Benar)
2. Eka
lebih menyintai Boby daripada menyintai Roy. (Salah)
Eka lebih mencintai
Boby daripada mencintai Roy. (Benar)
2.7.4 Penyengauan Kata Dasar
Penyengauan kata
dasar ini sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis.
Akhirnya, percampuradukan antara ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu
bentuk kata yang salah dalam pemakaian. Kita sering menemukan penggunaan
kata-kata mandang, ngail, ngantuk, nabrak, nanam, nulis, nyubit, ngepung,
nolak, nyabut, nyuap dan nyari. Dalam bahasa Indonesia baku tulis,
kita harus menggunakan kata-kata memandang, mengail, mengantuk, menabrak,
menanam, menulis, mencubit, mengepung, menolak, mencabut, menyuap, dan
mencari.
2.7.5 Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang Berimbuhan
meng-/peng-
Kuntarto (2011 : 39) mengatakan pembentukan awalan
meng-/peng- akan luluh jika menghadapi kata-kata yang berhuruf awal /s/, /p/,
/t/, dan /k/, kecuali kluster seperti /kr/, /pr/, /tr/, dan / sp/.
Contoh
:
1. Kita harus mentargetkan misil ini.
(Salah)
Kita harus menargetkan misil ini. (Benar)
2. Indonesia telah memroduksi senjata kelas dunia
(Salah)
Indonesia telah
memproduksi senjata kelas dunia (Benar)
3.Eksistensi
Indonesia sebagai Negara pensuplai minyak sebaiknya dipertahankan. (Salah)
Eksistensi
Indonesia sebagai Negara penyuplai minyak sebaiknya dipertahankan. (Benar)
4.
Semua warga negara harus mentaati peraturan yang berlaku. (Salah)
Semua
warga negara harus menaati peraturan yang berlaku. (Benar)
Kaidah
meluluhkan bunyi s, k, p dan t tidak berlaku pada kata-kata yang dibentuk
dengan gugusan konsonan. Kata traktor apabila diberi awalan meng-,maka
kata ini menjadi mentraktor. Kata proklamasi apabila diberi
awalan meng- kata itu akan menjadi memproklamasikan.
2.7.6 Awalan Ke- yang Keliru.
Pada
kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter- sering diberi
berawalan ke-. Hal itu disebabkan oleh kekurang cermatan dalam memilih awalan
yang tepat. Umumnya kesalahan itu dipengaruhi oleh bahasa daerah.
Contoh
:
1.
Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh metro mini. (Salah)
Pengendara
motor itu meninggal karena tertabrak oleh metro mini. (Benar)
2.
Dompet saya tidak kebawa karena waktu berangkat, saya tergesa-gesa. (Salah)
Dompet
saya tidak terbawa karena waktu berangkat, saya tergesa-gesa. (Benar)
Perlu
diketahui awalan ke- hanya dapat menempel pada kata bilangan. Selain didepan
kata bilangan, awalan ke- tidak dapat dipakai. Pengecualian terdapat pada kata kekasih,
kehendak, dan ketua. Oleh karena itu, kata ketawa, kecantol,
keseleo, kebawa, ketabrak bukanlah bentuk baku dalam bahasa Indonesia.
Bentuk-bentuk yang benar ialah kedua, ketiga, keempat, kesepuluh, keseribu,
dan seterusnya.
2.7.7 Pemakaian akhiran –ir
Pemaikaian akhiran -ir
sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Padahal, dalam
bahasa Indonesia baku untuk padanan akhiran –ir adalah -asi atau -isasi.
Contoh
:
1. Saya sanggup mengkoordinir
kegiatan itu. (Salah)
Saya
sanggup mengoordinasi kegiatan itu. (Benar)
2. Soekarno-Hatta memproklamirkan
Negara Republik Indonesia. (Salah)
Soekarno-Hatta
memproklamasikan Negara Republik Indonesia. (Benar)
Kata lainnya
adalah :
Akomodir seharusnya akomodasi
Intimidir seharusnya intimidasi
Legalisir seharusnya legalisasi
Lokalisir seharusnya lokalisasi
Realisisr seharusnya realisasi
Perlu diperhatikan, akhiran –asi
atau –isasi pada kata-kata lelenisasi, turinisasi, neonisasi, radionisasi,
pompanisasi, dan koranisasi merupakan bentuk yang salah, karena kata
dasarnya bukan kata serapan dari bahasa asing. Kata-kata itu harus diungkapkan
menjadi usaha peternak lele, usaha penanaman turi, usaha pemasangan neon,
gerakan memasyarakatkan radio, gerakan pemasangan pompa, dan usaha
memasyarakatkan koran.
2.7.8 Padanan yang Tidak Serasi
Karena pemakai bahasa kurang cermat memilih padanan
kata yang serasi, yang muncul dalam pembicaraan sehari-hari adalah padanan yang
tak sepadan atau tidak serasi. Hal itu terjadi karena dua kaidah bahasa
bersilang, atau bergabung dalam sebuah kalimat. Di bawah ini dipaparkan bentuk
salah dan bentuk benar, terutama dalam memakai ungkapan penghubung antar
kalimat.
Contoh :
1.
Karena modal
di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit.
(Salah)
Karena modal
di bank terbatas, tidak semua pengusaha
lemah memperoleh kredit. (Benar)
Modal
di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit.
(Benar)
2. Apabila
pada hari itu saya berhalangan hadir, maka
rapat akan dipimpin oleh Sdr. Daud. (Salah)
Apabila
pada hari itu saya berhalangan hadir, rapat akan dipimpin oleh Sdr. Daud.
(Benar)
Pada
hari itu saya berhalangan hadir, maka
rapat akan dipimpin oleh Sdr. Daud. (Benar)
2.7.9 Pemakaian Kata Depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan
terhadap.
Dalam kehidupan berbahasa sehari-hari, pemakaian
kata-kata tersebut sering dipertukarkan. Berikut pemaparan bentuk benar dan
bentuk salah dalam pemakaian kata depan.
Contoh :
1. Putusan daripada pemerintah itu melegakan rakyat. (Salah)
Putusan
pemerintah itu melegakan rakyat. (Benar)
2. Nina lebih
cerdas dari Vino. (Salah)
Nina lebih
cerdas daripada Vino. (Benar)
2.7.10
Pemakaian Akronim (Singkatan)
Kita membedakan istilah “singkatan” dengan “bentuk
singkat”. Yang dimaksud dengan singkatan adalah hasil menyingkat atau
memendekkan berupa huruf atau gabungan huruf, seperti DPR, TNI, POLRI, BPK dan
KPK. Seterusnya, yang dimaksud bentuk singkat adalah kontraksi bentuk kata
sebagaimana dipakai dalam ucapan cepat, seperti lab (laboratorium), memo (memorandum),
dan perpus (perpustakaan). Pemakaian
akronim dan singkatan dalam bahasa kadang-kadang tidak teratur serta mempunyai
dua makna. Oleh sebab itu, pemakaian akronim dan singkatan sedapat mungkin
dihindari karena menimbulkan berbagai tafsiran oleh pendengar maupun pembaca.
Agar tidak terjadi kekeliruan kalau akan digunakan dalam satu artikel atau
makalah serta sejenis dengan itu, akronim atau singkatan lebih baik didahului
oleh bentuk lengkapnya.
2.7.11
Penggunaan Kata Yang Hemat
Salah satu pemakaian bahasa yang efektif adalah
pemakaian bahasa yang hemat kata, tetapi padat isi. Namun, dalam pemakaian
bahasa sehari-sehari sering ditemukan pemakaian bahasa yang boros. Berikut ini
beberapa kata yang tidak perlu disandingkan dengan kata lain yang memiliki arti
sama.
Contoh
:
1. Pada 1998 perusahaan yang dipimpin oleh Dr. Ruby Aurora Primapuspa, S.E. ini sudah memberikan potongan
harga, tetapi belum mencapai sasaran nilai penjualan yang diinginkan karena disebabkan oleh situasi sulit yang melanda
perekonomian Indonesia saat itu seperti
misalnya pengangguran yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil,
tingkat inflasi yang melonjak, dan
pergolakan politik yang menyebabkan kerusuhan di mana-mana (Kuntarto, 2011 : 39)
2. Saat ini produk tersebut telah
tersedia di berbagai sektor pasar,
baik pasar sederhana ataupun pasar
terkemuka seperti misalnya
supermarket, minimarket, dan lain-lain.
(Kuntarto, 2011 : 39)
3. Sasaran utama perusahaan yang
beralamat di Jalan Abdul Rahman Nomor 99 Jakarta Timur ini bukan semata-mata
demi untuk mencapai target, tetapi juga mencapai peningkatan volume penjualan
yang maksimal. (Kuntarto, 2011 : 39)
Kata
Boros Kata
Hemat
karena
disebakan oleh …karena…
…disebabkan oleh…
seperti
misalnya… dan lain-lain …seperti…
…misalnya…
…dan lain-lain…
demi
untuk ...demi…
…untuk…
tingkat
inflasi yang melonjak pelonjakan
inflasi
2.7.12 Bentuk Jamak dalam Bahasa Indonesia
Dalam pemakaian sehari-hari terkadang orang salah
menggunakan bentuk jamak dalam bahasa Indonesia sehingga terjadi bentuk yang
rancu. Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai
berikut.
1. Bentuk jamak dengan mengulang kata
yang bersangkutan, seperti
Orang-orang,
buku-buku, dan meja-meja
2. Bentuk jamak dengan menambah kata
bilangan, seperti
Beberapa
meja, sekalian tamu, semua buku, dua tempat, dan sepuluh kursi
3. Bentuk jamak
dengan menambah kata bantu jamak, seperti
Para
tamu
4. Bentuk jamak
dengan menggunakan kata ganti orang, seperti
Mereka, kita, kami, kalian.
2.7.13
Penggunaan di mana, yang mana, hal mana
Kata di mana
tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata dimana tersebut harus diubah
menjadi yang, bahwa, tempat, dan
sebagainya yang sesuai dengan konteks. Bisa saja kata di mana berkedudukan sebagai kata ganti ketika, pada saat, tentang dan bagi.
2.8 Ungkapan
(idiomatik)
Dalam bahasa
Indonesia terdapat pilihan kata yang merupakan kata berpasangan tetap atau
ungkapan idiomatis. Kata tersebut muncul bersamaan, tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya. (Wijayanti dkk, 2013
: 75)
Ungkapan
idiomatik adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yang salah satu
unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik adalah
ungkapan kata-kata yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi
bahasa. Ungkapan yang bersifat idiomatik terdiri atas dua atau tiga kata yang
dapat memperkuat diksi di dalam tulisan.
Contoh :
1.
Pada 1998 perusahaan yang dipimpin oleh Dr. Ruby Aurora Primapuspa, S.E. ini
sudah memberikan potongan harga, tetapi belum mencapai sasaran nilai penjualan
yang diinginkan karena disebabkan oleh situasi sulit yang melanda perekonomian
Indonesia saat itu seperti misalnya pengangguran yang tinggi, pertumbuhan
ekonomi yang tidak stabil, tingkat inflasi yang melonjak, dan pergolakan
politik yang menyebabkan kerusuhan di mana-mana (Salah) (Kuntarto, 2011 : 40)
Pada 1998 perusahaan yang dipimpin oleh Dr. Ruby Aurora Primapuspa, S.E. ini
sudah memberikan potongan harga, tetapi belum mencapai sasaran nilai penjualan
yang diinginkan karena situasi sulit
yang melanda perekonomian Indonesia saat itu seperti pengangguran yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang tidak
stabil, pelonjakan tingkat inflasi
dan pergolakan politik yang menyebabkan kerusuhan di
mana-mana (Benar) (Kuntarto, 2011 :
40)
2.
Saat ini produk tersebut telah tersedia di berbagai sektor pasar, baik pasar
sederhana ataupun pasar terkemuka seperti misalnya supermarket, minimarket, dan
lain-lain. (Salah) (Kuntarto, 2011 :
40)
Saat ini produk tersebut telah tersedia di berbagai sektor pasar, baik pasar
sederhana maupun pasar terkemuka, misalnya supermarket dan minimarket.
(Benar) (Kuntarto, 2011 : 40)
3.
Sasaran utama perusahaan yang beralamat di Jalan Abdul Rahman Nomor 99 Jakarta
Timur ini bukan semata-mata demi untuk mencapai target, tetapi juga mencapai
peningkatan volume penjualan yang maksimal. (Salah) (Kuntarto, 2011 : 40)
Sasaran utama perusahaan yang beralamat di Jalan Abdul Rahman Nomor 99 Jakarta Timur
ini bukan semata-mata untuk mencapai target, melainkan juga mencapai peningkatan volume
penjualan yang maksimal. (Benar) (Kuntarto,
2011 : 40)
Idiomatik atau padanan khas yang tetap seperti
baik..., ataupun..., antara..., dengan…, dan bukan…, tetapi… Seharusnya,
idiomatik tersebut dapat dikoreksi menjadi baik… maupun..., antara…, dan ...,
dan bukan..., melainkan... atau tidak …, tetapi (Kuntarto, 2011 : 40)
Wijayanti dkk (2013 : 75)
mengemukakan beberapa contoh dari kata idiomatik yaitu :
1. sesuai
dengan
2. terdiri
atas
3. terbuat
dari
4. terjadi
dari
5. sehubungan
dengan
6. berbicara
tentang
7. disebabkan
oleh
8. bergantung
pada
9. berbeda
dengan/dari
10. berharap
akan
11. bertemu
dengan
12. sejalan
dengan
13. berkenaan
dengan
2.9 Contoh Diksi
Salah Dalam Karya Ilmiah
Kesalahan diksi karya
ilmiah yang berjudul “Laporan Pemantapan Kemampuan Profesional” terhadap
mahasiswa Program Studi S1 PGSD FKIP Universitas Terbuka UPBJJ
Purwokerto terjadi
karena pilihan kata yang digunakan belum tepat dalam kalimat bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
Proses penalaran yang baik, tidak dapat tidak, harus ditunjang
oleh bahasa. Bahasa yang menunjang penalaran harus tampak dari diksi yang tepat
dan sesuai, serta struktur kalimat yang jelas, bervariasi, dan mudah
dipahami. Karena berbahasa pada
hakikatnya merupakan kegiatan menyusun kalimat dengan struktur yang benar dan
dari diksi yang tepat dan sesuai. Dalam
aplikasi bahasa tersebut dapat dikatakan bahasa yang baik dan benar
itulah yang disebut baku. Bahasa Indonesia baku hanya ada satu bentuk yang
diangap bentuk yang dianggap baku, yang lain adalah bentuk nonbaku (Suyoto,
2005 : 3).
Berikut ini dicantumkan kesalahan penyusunan karya tulis
dikarenakan penggunaan diksi yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan kaidah
bahasa, antara lain:
a.
Kesalahan Penulisan Kata
Kesalahan penulisan kata
akibat dari kekurang hati-hatian dan kekurang cermatan dalam menuliskan
kata-kata dalam kalimat. Perbaikan penulisan kata tersebut harus berulang kali
mengecek kata demi kata dalam kalimat pada Laporan Kemampuan Profesional.
Contoh:
1.
Setiap individu akan memperolej
hasil yang lebih baik dan mengalami perubahan. (bentuk nonbaku)
Setiap individu akan memperoleh
hasil yang lebih baik dan mengalami perubahan. (bentuk baku)
2.
Berdasarkan refleksi dari siklus pertama penulis menyiapkan
Rencana Perbaikan Pembelajaran beserta scenario tinadkan. (bentuk
nonbaku)
Berdasarkan refleksi dari siklus pertama penulis menyiapkan
Rencana Perbaikan Pembelajaran beserta scenario tindakan. (bentuk baku)
3.
Penulis dengan observer mendiskusikan tentang hasi
observasi yang dikaitkan dengan hasi tes formatif. (bentuk nonbaku)
Penulis dengan observer mendiskusikan tentang hasil
observasi yang dikaitkan dengan hasil tes formatif. (bentuk nonbaku)
4.
Hal ini dapat dilihat dari studi awal sampai pada siklus III
selalu mengalami peninglkatan (bentuk nonbaku)
Hal ini dapat dilihat dari studi awal sampai pada siklus III
selalu mengalami peningkatan (bentuk baku)
5.
Guru memberikan bimbingan kepada siswa yang beljentuntas.
(bentuk nonbaku)
Guru memberikan bimbingan kepada
siswa yang belajar tuntas. (bentuk baku)
b.
Kesalahan Pemborosan Kata
Kesalahan
pemborosan kata terjadi karena kata yang ditulis dalam kalimat sebenarnya tidak
berfungsi sebagai pelengkap sehingga tidak perlu ditulis. Upaya perbaikannya harus menghilangkan
kata tersebut dalam kalimat.
Contoh:
1.
Dari
siswa banyak yang mengalami kesulitan belajar matematika.(bentuk nonbaku)
Banyak
siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika.(bentuk baku)
2. Belajar pada hakikatnya suatu proses yang aktif
dalam proses pembelajaran. (bentuk nonbaku)
Belajar hakikatnya suatu proses yang aktif dalam proses
pembelajaran. (bentuk baku)
3. Hasil daripada temuan tersebut dicatat oleh guru
yang mengajar atau guru kolaborator. (bentuk nonbaku)
Hasil temuan tersebut
dicatat oleh guru yang mengajar atau guru kolaborator. (bentuk baku)
4. Pelaksanaan yang mana tindakan dilakukan dengan
menyempurnakan siklus kedua. (bentuk nonbaku)
Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan menyempurnakan siklus
kedua. (bentuk baku)
5. Keberhasilan kerja kelompok di mana menuntut
kegiatan yang kooperatif dari individu kelompok tersebut. (bentuk nonbaku)
Keberhasilan
kerja kelompok menuntut kegiatan yang kooperatif dari individu kelompok
tersebut. (bentuk nonbaku)
c.
Kesalahan Kata Berpasangan
Kesalahan kata
berpasangan terjadi karena dua kata yang ditulis dirasakan sudah sesuai dan
tepat, padahal pilihan kata yang satu tidak tepat sehingga makna dalam konteks
kalimat kurang selaras.
Contoh:
1. Baik kelompok
satu ataupun kelompok yang lain berdiskusi untuk memberi tanggapan
tentang materi luas lingkaran. (bentuk nonbaku)
Baik kelompok satu maupun
kelompok yang lain berdiskusi untuk member tanggapan tentang materi luas
lingkaran. (bentuk baku)
2. Hasil musyawarah antara
Komite Sekolah dengan Dewan Guru mendapatkan perhatian Wali Murid dalam
keberhasilan siswa. (bentuk nonbaku)
Hasil musyawarah antara
Komite Sekolah dan Dewan Guru
mendapatkan perhatian Wali Murid dalam keberhasilan siswa. (bentuk
baku)
3.
Baik guru ataupun orangtua siswa
membantu menciptakan suasana kondusif iklim pendidikan di sekolah. (bentuk
nonbaku)
Baik
guru
maupun orangtua siswa membantu menciptakan suasana kondusif iklim
pendidikan di sekolah. (bentuk baku)
4.
Guru bukan
hanya menyampaikan materi pelajaran tetapi tetapi memberikan umpan balik
kepada siswa. (bentuk nonbaku)
Guru bukan
hanya menyampaikan materi pelajaran melainkan tetapi memberikan umpan
balik kepada siswa. (bentuk baku)
5.
Peneliti tidak
hanya mengindentifikasi masalah, menganalisis, merumuskan masalah, dan
hipotesis melainkan merancang scenario tindakan perbaikan yang dikemas
dalam Rencana Perbaikan Pembelajaran. (bentuk nonbaku)
Peneliti tidak hanya mengientifikasi masalah,
menganalisis, merumuskan masalah, dan hipotesis tetapi merancang
scenario tindakan perbaikan yang dikemas dalam Rencana Perbaikan Pembelajaran. (bentuk
baku)
d. Kesalahan
Dua Kata yang Makna dan Fungsinya Sama
Kesalahan dua kata yang
makna dan fungsinya sama terjadi karena dua kata yang ditulis dirasakan lebih
mantap dan menekankan arti yang tegas. Namun, diksi tersebut berlebihan
sehingga harus dihilangkan salah satu kata tersebut.
Contoh:
1.
Metode
pembelajaran adalah cara yang dipergunakan guru untuk menyajikan bahan
pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar supaya pelajaran tersebut
dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan siswa dengan baik. (bentuk nonbaku)
Metode
pembelajaran adalah cara yang dipergunakan guru untuk menyajikan bahan
pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami,
dan digunakan siswa dengan baik. (bentuk baku)
2.
Belajar adalah
merupakan proses mereaksi terhadap situasi yang ada di sekitar individu. (bentuk
nonbaku)
Belajar merupakan
proses mereaksi terhadap situasi yang ada di sekitar individu. (bentuk baku)
3.
Guru juga
menyampaikan tujuan pembelajaran demi untuk memotivasi siswa agar aktif
dalam proses pembelajaran. (bentuk nonbaku)
Guru juga
menyampaikan tujuan pembelajaran untuk memotivasi siswa agar aktif dalam
proses pembelajaran. (bentuk baku)
4.
Pendekatan
strukturalistik merupakan pendekatan yang menggunakan sistem formal, seperti
misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahalui dengan nilai
tempat. (bentuk nonbaku)
Pendekatan strukturalistik merupakan pendekatan yang
menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang
perlu didahalui dengan nilai tempat. (bentuk baku)
e. Kesalahan
Kata Tidak Tepat
Kesalahan kata tidak
tepat dalam pemakaian kalimat terjadi karena kata yang ditulis seolah-olah
sudah benar, padahal jika dibaca berulang kali terasa janggal makna kata dalam
kalimat tersebut. Kata tersebut harus diganti dengan yang tepat dan selaras
maknanya.
Contoh:
1. Pengamatan dilakukan tetap berkolaborasi dengan guru
lain, menggunakan instrument monitoring yang telah direncanakan, diantaranya
data dari siswa, data dari guru dan sebagainya. (bentuk nonbaku)
Pengamatan
dilakukan tetap berkolaborasi dengan guru lain, menggunakan instrument
monitoring yang telah direncanakan, antara lain: data dari siswa, data
dari guru dan sebagainya. (bentuk baku)
2. Pemilihan
subyek penelitian disebabkan pada hasil belajar IPA siswa kelas VI
Sekolah Dasar. (bentuk nonbaku)
Pemilihan
subyek penelitian disebabkan oleh hasil belajar IPA siswa kelas VI
Sekolah Dasar. (bentuk baku)
3. Kegiatan kelompok kecil diorganisasikan untuk kepentingan
belajar dimana keberhasilan kelompok ini menuntut kegiatan yang
kooperatif dari individu kelompok tersebut. (bentuk nonbaku)
Kegiatan kelompok kecil diorganisasikan untuk kepentingan
belajar sehingga keberhasilan kelompok ini menuntut kegiatan yang
kooperatif dari individu kelompok tersebut. (bentuk baku)
4. Mengemukakan topik yang akan dibahas dalam waktu
yang akan datang. (bentuk nonbaku)
Mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang
akan datang. (bentuk baku)
5. Tes yaitu untuk mengumpulkan data hasil belajar
yang berupa daftar nilai hasil tes formatif. (bentuk nonbaku)
Tes digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar
yang berupa daftar nilai hasil tes formatif. (bentuk baku)
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diksi atau
pilihan kata mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan
suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata- kata yang tepat atau
menggunakan ungkapan ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik
digunakan dalam suatu situasi.
Dilihat
dari segi umumnya, makna dapat dibagi menjadi dua yaitu makna konotatif dan
makna denotatif. Pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian dengan pilihan
kata yang bersifat konotatif. Makna konotatif sifatnya lebih professional dan
operasional daripada makna denotatif. Makna denotatif adalah makna yang
umum. Dengan kata lain, makna konotatif
adalah makna yang dikaitkan dengan kondisi dan situasi tertentu.
Ketepatan pilihan kata mempersoalkan
kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat dalam imajinasi
pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan penulis atau
pembicara, Persoalan pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua
persoalan pokok, yaitu pertama, ketetapan pilihan kata, Kedua, kesesuaian atau
kecocokan dalam mempergunakan kata.
3.2 Saran
Penulis
mendapatkan pengalaman yang sangat berharga dalam pembuatan makalah ini mengenai
pengetahuan diksi (pilihan kata). Penulis menyarankan kepada semua pembaca
untuk mempelajari pengolahan kata dalam membuat kalimat. Dengan mempelajari
diksi diharapkan mahasiswa dan mahasiswi memiliki ketetapan dalam
menyampaikan dan menyusun suatu gagasan agar yang disampaikan mudah dipahami
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Suryaman,
Ukun. 2012. Dasar-dasar Bahasa Indonesia
Baku. Bandung: Alumni
Badudu,
J.S. 1995. Inilah Bahasa Indonesia Yang
Benar IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum
Kuntarto,
Niknik M. 2011. Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir. Jakarta: Mitra
Wacana Media
Wijayanti,
Sri Hapsari dkk. 2013. Bahasa Indonesia: Penulisan dan Penyajian
Karya Ilmiah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Kamus Besar Bahasa
Indonesia V. 2018
Keraf,
Gorys. 2009. Diksi Dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Arifin,
Zaenal. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Presindo
Widjono.
2008. Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo
Belum ada Komentar untuk "MAKALAH DIKSI BAHASA INDONESIA"
Posting Komentar
- Mohon Berkomentar Dengan Wajar
- Dilarang Menyertakan Link Aktif Maupun Tidak Aktif
- Dilarang Berkomentar Dengan Unsur Pornografi, Sara, Promosi Dan Hal-Hal Yang Bertentangan Dengan Hukum Yang Berlaku
Jika ada hal-hal yang tidak pantas atau bertentangan, Saya selaku pengurus Blog ini tidak segan segan menghapus Komentar Anda.
Terima Kasih!!